1. Tidak
mengubah pendekatan
Terlepas apakah
guru sudah sertifikasi atau belum, profesional atau tidak, baru atau lama,
junior atau senior, bawahan atau atasan, mereka tetaplah manusia yang butuh pengetahuan
dan pembelajaran yang tidak hanya berbekal dari pendidikan formal di
bangku kuliah saja. Melainkan perlu banyak pertimbangan rasional untuk merencanakan program pendidikan yang lebih maksimal dengan banyak belajar ilmu-ilmu yang dibutuhkan dalam mengajar.
Jika hal tersebut kurang dilaksanakan dapat menyebabkan pada pendekatan (cara) yang digunakan masih sebatas
cara lama atau Istilahnya konvensional.
Cara konvensional ini kurang memenuhi standart untuk setiap pelajar dikarenakan setiap anak berbeda artinya memiliki pola
berfikir dan tujuan sendiri dari apa yang mereka
lakukan. Jika seorang guru mengajar kemudian salah satu siswanya bosan maka hal tersebut mendandakan pengajaran yang dismpaikan tidak sesuai
dengan keinginan dia yang membuat pelajar menjadi malas dan tidak mencetak prestasi yang bagus.
Misalnya dalam sebuah kasus seorang guru menasehati siswanya tetapi tidak didengarkan atau tidak berefek sama sekali, maka hal demikian ini dapat diperkirakan bahwasannya anak hanya menganggap nasihat tersebut bukan solusi bagi dirinya. Meskipun pada dasarnya nasihat yang
disampaikan benar-benar baik untuk kebaikan si pelajar tersebut.
Kasus seperti ini sering dijumpai di berbagai
sekolah swasta maupun negeri, sampai pada dilingkungan keluarganya. Tetapi ironisnya, jika sebuah usaha berupa nasihat atau pendidikan pengajaran sudah tidak memiliki efek yang
diharapkan pada pelajar kenapa masih tetap diberlakukan cara seperti itu? ini hanya membuat gagal lagi dan kecewa lagi. Ada kemungkinan berhasil dengan cara yang sama terus namun prosesnya sangat lama dan juga membutuhkan usaha keras bahkan tidak jarang dengan paksaan, kekerasan dan ancaman (nilai anjlok, tidak naik kelas, dikeluarkan, dsb). Fenomena ini
tidak lain dikarenakan pak guru dan ibu guru sudah jengkel dengan siswanya.
Usaha yang paling
direkomendasikan untuk mendekatkan kepada keberhasilan mendidik dan mengajar
ialah harus MENGUBAH PENDEKATAN lama. Jika pengajaran di dalam kelas
sudah tidak dihiraukan lagi maka siswa seperti itu tidak harus dikasih
pengajaran, itu sia-sia saja. Namun, harus diberi pendekatan khusus untuk memahami pribadi si pelajar tersebut. Di sini perlunya sang “guru hebat” memahami pola pikir siswa, karakter, basic lingkungannya, dan masalah pribadinya.
Dengan berbekal memhami kondisi psikis pelajar ini maka berangsur guru mengerti dan memahami dibalik perbuatan siswanya, serta konsep dan jalan
pikiran yang ada dalam diri pelajar. Aspek ini akan sangat membantu untuk mendapatkan metode khusus yang tepat untuk seorang siswa. Usaha seperti ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan namun secara edukasi harus tetap dilaksanakan karena ada satu prinsip yang bagi saya sangat bagus yaitu “jika suatu cara diterapkan tidak berhasil maka harus menggunakan cara
lain” alias harus fleksibel. Pentingnya prinsip FLEKSIBELITAS ini harus diterapkan untuk mencapai
keberhasilan yang diharapkan.
Fleksibel adalah sikap yang amat diperlukan di saat menemui kendala yang belum berhasil dipecahkan. Fleksibel merupakan kreativitas manusia yang membedakannya dengan makhluk lain. Jika cara satu tidak berhasil tetapi tidak fleksibel menggunakan cara lain yang
lebih mendekatkan kepada keberhasilan maka hal itu seperti “lalat” yang terus menabrak kaca sampai ia lelah yang berharap bisa keluar
dari cendela. Lalat yang ingin keluar dari cendela kaca akan terus
menabrak-nabrak kaca cendela sampai capek akhirnya berhenti, padahal jika
ia mau sedikit “berfikir” untuk melihat jalan lain pastinya ada jalan untuk
keluar.
Seperti itulah
cara yang digunakan kebanyakan orang, bahkan menurut Albert Einstein menyatakan bahwa “orang
yang terus menggunakan cara sama untuk hasil yang berbeda adalah orang gila” ia
memaksakan satu cara untuk mendapatkan hasil-hasil yang lebih besar maka
usahanya akan sia-sia saja.
Pertanyaannya?
Kenapa seseorang itu terkadang hanya menggunakan satu cara? padahal masih ada cara lain yang bahkan lebih efektif? jawabannya karena ia tidak mengupdet wawasannya.
2. Tidak
mengupdate wawasan
Tanpa disadari
Banyak orang beranggapan bahwa “cara satu” bisa menghasilkan hasil yang berbeda
padahal ia bisa mengetahui, merasakan dan melihatnya bahwa sering cara satu
tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Perlunya belajar lagi untuk mencari wawasan atau pengalaman yang lebih luas tidak ia gunakan, Akhirnya ia
hanya menggunakan satu cara untuk mendapatkan hasil yang ia inginkan.
tetapi tidak jarang hasil yang di dapatkan hanyalah kekecewaan.
Hal tersebut, karena ia kurang didukung dengan wawasan yang diperlukan sebab tidak mencari wawasan untuk mendapatkan metode
yang diharapkan lebih membantunya untuk mendekatkan kepada keberhasilan di
dalam mendidik. Orang-orang semacam ini hanya mengandalkan cara satu yang ia
ketahui dari orang-orang yang sama menerapkan cara satu seperti itu. Mungkin cara satu,
misal hanya dengan menasehati, sudah cukup berhasil membuat si anak sadar dengan kelakuannya
yang salah tetapi tingkat keberhasilannya akan akurat jika hanya diterapkan
pada anak atau siswa yang memang sudah terarah kebiasaan hidupnya. Namun,
bagaimana dengan anak atau siswa yang super nakal? Menasehati tidaklah mempan
bagi mereka. Bahkan mereka cuek saja atau malah menjadi-jadi.
Di ancam dengan
cara nilai jelek, tidak naik kelas bahkan dikeluarkan mungkin adalah cara
yang biasanya dipakai. Namun, justru dengan cara yang satu ini menandakan “tidak
berhasil mendidik”. Akhirnya jika sang
“guru hebat” tidak mengapdet wawasan yang ia butuhkan maka iapun tidak mengubah sikap dan cara
pandangnya di dalam mendidik.
BERSAMBUNG LANJUT DI SINI
0 comments:
Posting Komentar
Tuangkan kritik dan saran Anda di sini !